Kisah panas ini menceritakan tentang istri binal yang doyan menggoda mertua nya yang kaya raya. Kisah nyata ini menarik untuk disimak, selamat menikmati.
Berdiri di depan pintu rumahku, Mirna mendekatkan kepalaku ke arahnya dan berbisik di telingaku, “Ayah boleh mendapatkanku jika ingin.“
Dia memberiku sebuah kecupan ringan di pipi, dan berbalik lalu berjalan menyusul suami dan anaknya yang sudah lebih dulu menuju ke mobil. Yoyok menempatkan bayinya pada dudukan bayi itu, dan seperti biasanya, terlalu jauh untuk mendengar apa yang dibisikkan istrinya terhadap ayah mertuanya. Mirna melenggang di jalan itu dengan riangnya seperti seorang gadis remaja yang menggoda saja. Yoyok tak mengetahui ini juga, ini hanya untukku.
Mungkin kamu mengira aku terlalu mengada-ada soal ini, tapi nyatanya apa yang Mirna lakukan itu tidak hanya sekali saja. Dan sejak aku tak terlalu terkejut lagi, aku jauh dari rasa bosan soal itu. Aku merasa ada getaran pada penisku, dan pikiran yang tidak wajar berputar-berputar di benakku.
Mirna adalah seorang wanita yang mungil, tapi ukuran fisiknya itu tak mampu menutupi daya tarik seksualnya. Sosoknya terlihat tepat dalam ukurannya sendiri. Dia mempunyai rambut hitam pekat yang dipotong sebahu, yang dengan alasan tertentu dia biasanya mengikatnya dengan bandana. Dia memiliki energi dan keuletan yang sepengetahuanku tak dimiliki orang lain. Cantiklah kalau ingin mendeskripsikannya. Dia selalu sibuk, selalu terburu-buru tapi selalu kelihatan manis. Dia masuk dalam kehidupan kami sejak dua tahun lalu, tapi dengan cepat sudah terlihat sebagai anggota keluarga kami sekian lamanya.
Yoyok anakku bertemu dengannya saat dia masih di tahun pertamanya kuliah. Mirna baru saja lulus SMU, mendaftar di kampus yang sama dan ikut kegiatan penataran mahasiswa baru. Kebetulan Yoyok yang bertugas sebagai pengawas dalam kelompoknya Mirna. Seperti mereka bilang, cinta mereka adalah cinta pada pandangan pertama.
Mereka menikah di usia yang terbilang muda, Yoyok 23 tahun dan Mirna 19 tahun. Setahun kemudian bayi pertama mereka lahir. Aku ingat waktu itu kebahagian terasa sangat menyelimuti keluarga kami. Suasana waktu itu semakin mendekatkan kami semua. Mirna sangat jenaka, selalu tersenyum riang, dan juga menyukai bola. Dia sering menggoda Yoyok, mereka benar-benar pasangan serasi. Dia selalu menyemangatinya. Yoyok memerlukan itu.
Yoyok dan Mirna sering berkunjung kemari, membawa serta anak mereka. Mereka telah mengontrak rumah sendiri, meskipun tak terlalu besar. Aku pikir mereka merasa aku membutuhkan seorang teman, karena aku seorang tua yang akan merasa kesepian jika mereka tak sering berkunjung. Di samping itu, aku memang sendirian di rumah tuaku yang besar, dan aku yakin mereka suka bila berada di sini, dibandingkan rumah kontrakannya yang sempit.
Ibu Yoyok telah meninggal karena kanker sebelum Mirna masuk dalam kehidupan kami. Sebenarnya, tanpa mereka, aku benar-benar akan jadi orang tua yang kesepian. Aku masih sangat merindukan isteriku, dan bila aku terlalu meratapi itu, aku pikir, kesepian itu akan memakanku. Tapi pekerjaanku di perkebunan, hobi olahragaku serta kunjungan mereka, telah menyibukkanku. Terlalu sibuk untuk sekedar patah hati, dan terlalu sibuk untuk mencari wanita dalam hidupku lagi. Aku tak terlalu memusingkan kerinduanku pada sosok wanita. Tak terlalu.
Bayi mereka lahir, dan menjadi penerus keturunan keluarga kami. Kami sangat menyayanginya. Dan kehidupan terus berjalan, Yoyok melanjutkan pendidikannya untuk gelar MBA, dan Mirna bekerja sebagai teller di sebuah bank swasta. Kunjungan mereka padaku tak berubah sedikit pun, cuma bedanya sekarang mereka sering membawa beberapa bingkisan juga. Tentu saja, di samping itu juga perlengkapan bayi, beberapa popok, mainan dan makanan bayi.
Beberapa bulan lalu Mirna dan bayi mereka datang saat Yoyok masih di kelasnya. Dia duduk disana menggendong bayinya di lengannya. Dia sedang berusaha untuk menidurkan bayinya. Aku tak tahu bagaimana, tapi pemandangan itu entah bagaimana menggelitik kehidupan seksualku.
“Jadi, ayah, kapan ayah akan segera menikah lagi?“ dia bertanya dengan getaran pada suaranya.
“Aku tak tahu. Aku kelihatannya belum terlalu membutuhkan kehadiran seorang wanita dalam hidupku. Lagipula, aku telah memiliki kalian yang menemaniku.“
“Aku tidak bicara tentang teman. Aku sedang bicara soal seks.“ matanya mengedip genit ke arahku saat dia bicara.
“Apa?“
“Ayah tahu, seks…" dia hampir saja tertawa sekarang.
“Saat pria dan wanita telah telanjang dan memainkan bagiannya masing-masing?“ jelasnya lagi, mengguruiku.
“Ya, aku tahu seks,“ aku membela diri.
“Lagipula kamu pikir dari mana suamimu berasal?“
“Yah, aku hanya khawatir ayah sudah melupakannya. Maksudku, apa ayah tak merindukannya?“
“Terima kasih atas perhatianmu, tapi aku sudah terlalu tua untuk hal seperti itu.“
“Hei! Pria tak pernah bosan dengan hal itu. Setidaknya begitulah dengan puteramu.“
“Anakku jauh lebih muda dariku, dan dia mempunyai seorang isteri yang cantik.“
“Terima kasih, tapi aku masih tetap menganggap ayah membutuhkannya,“ dia menekankan suaranya pada kata ayah.
“Terima kasih sudah ngobrol,“ kataku, masih terdengar sengit.
Ada sedikit jeda pada perbincangan itu, saat dia masih menekan kehidupan seksualku. Aku pikir bukanlah urusannya untuk mencampuri hal itu meskipun kadang aku membayangkannya juga. Dia pandang bayinya, yang akhirnya tertidur, dan memberinya sebuah senyuman rahasia, sepertinya mereka berdua akan berbagi sebuah rahasia besar. Masih memandangnya, tapi dia berbicara padaku..
“Ayah boleh memilikiku jika ayah menginginkanku.“
“Apa!!?“
“Aku serius.“ Mirna menatapku.
“Ayah boleh memilikiku. Ayah lelaki yang tampan dan macho. Ayah masih membutuhkan seks. Di samping itu, aku bersedia, kan?“
Aku pikir dia sedang bercanda. Tapi wanita yang menggoda ini tidak sedang main-main. Tapi tetap saja tak mungkin aku melakukannya dengan isteri dari anakku.
“Terima kasih atas tawarannya, tapi kupikir aku akan menolaknya.“ suaraku terdengar penuh dengan keraguan saat mengucapkannya.
Mirna mencibirkan bibir bawahnya, aku tak bisa menduga apa yang sedang dirasakannya. Dia tetap terlihat menawan, dan aku merasa Yoyok sangat beruntung memilikinya. Dia bicara dengan pelan..
“Lihatlah, Yoyok tak akan tahu. Maksudku, aku tak akan mengatakannya kalau ayah juga begitu. Dan bukannya aku selalu menawarkan diriku pada setiap lelaki yang kutemui. Aku bukan wanita seperti itu. Aku bisa mengatur untuk sering berkunjung kemari. Dan aku tahu ayah menganggapku cukup menggoda, kan, sebab aku sering melihat ayah memandangi pantatku…“
Aku tak mungkin menyangkalnya. Mirna mungkin tak terlalu tinggi, tapi dia memiliki bongkahan pantat yang sangat indah di atas kedua kakinya yang kencang itu.
“Ya, pantatmu memang indah. Tapi itu bukan berarti kalau aku ingin berselingkuh dengan menantuku sendiri.“ Dia berhenti sejenak, tapi Mirna tak akan menyerah begitu saja.
“Yah, tapi jangan lupa, Ayah boleh mendapatkanku jika ingin.“
Dan itulah awal dari semua ini...
Seiring minggu yang berlalu, entah di sengaja atau tidak, dia seakan selalu menggodaku, membuat puting susunya menyentuh dada bidangku saat dia menyerahkan bayinya padaku. Atau dia masukkan jarinya di mulutnya saat Yoyok tak melihat, dan menghisapnya dengan pandangan penuh kenikmatan padaku. Seakan-akan dia melakukan oral seks denganku. Suatu waktu dia duduk di lantai dengan kaki menyilang dan sedang bermain dengan bayinya, dia memandangku tepat di mata, tersenyum, dan menyentuh pangkal pahanya di balik celana jeansnya. Aku tak akan pernah melupakan itu. Dan dia entah bagaimana selalu menemukan cara untuk berduaan denganku walaupun sesaat, dan dia memberiku ciuman singkat yang penuh gairah, tepat di bibir. Itu semua dilakukannya berulang-ulang.
“Ayah boleh mendapatkanku jika ingin,“ dia berbisik di belakang Yoyok saat suaminya itu sedang memasukkan DVD pada player.
“Ayah boleh mendapatkanku jika ingin,“ dia berbisik saat mendekat untuk menyodorkan minuman padaku.
“Ayah boleh mendapatkanku jika ingin,“ dan dia selalu kembali membisikkannya setiap kali dia berpamitan.
Sekarang, aku akui aku bukanlah seorang pria yang terbuat dari batu. Aku tak akan bilang bahwa tingkah nakalnya itu tidak memberikan pengaruh terhadapku. Mirna sangat manis dan mungil, dan melahirkan bayinya tak membuatnya berubah seperti kebanyakan wanita. Dia tetap langsing, seksi dan cantik, sama seperti dia masih perawan dulu. Dia menawarkan dirinya sepenuhnya untuk kumiliki. Tapi aku tak akan memulai tidur dengan menantuku sendiri, tak peduli semudah apapun itu. Setidaknya itulah yang tetap kukatakan pada diriku sendiri.
Beberapa minggu yang lalu kami semua berkumpul di rumahku untuk melihat pertandingan bola. Aku mengambil beberapa kaleng minuman dan sedang berada di dapur untuk menyiapkan beberapa makanan ringan saat Mirna muncul dari balik pintu itu.
“Hai!“ sapanya, membuka pintu dan masuk ke dapur.
“Ayah sudah siap untuk pertandingan nanti?“
“Hampir. Aku sedang membuat makanan untuk keluarga besar kita, dan aku punya beberapa wortel untuk cucuku. Aku pikir dia akan suka dan warnanya sama dengan kesebelasan yang akan bertanding nanti, kan?“
“Aku pikir dia tak akan peduli. Di samping itu bukankah ada hal lebih baik yang bisa ayah kerjakan untukku?“ Mirna tertawa.
“Jangan menggodaku. Aku seorang kakek dan aku akan lakukan apa yang menurutku akan disukai oleh cucuku.“
Cerita Dewasa - Aku memandangnya. Mirna berdiri di sana memakai bandana merah kesukaannya diatas rambutnya yang sebahu. Dia memakai kaos yang sedikit ketat yang tak sampai ke pinggangnya, dan pusarnya mengedip padaku di balik kaosnya. Kancing jeansnya membuatnya kelihatan seperti anak-anak di era bunga tahun 60-an, dan dia memakai sandal dengan bagian bawah yang tebal yang mana menjadikannya lebih tinggi tiga inchi. Kuku kakinya dicat merah senada dengan lipstiknya, dan itu menjadi mencolok dengan sangat menarik di balik denimnya.
Dia selalu suka mengenakan perhiasan, dan dia memakainya pada leher, telinga, pergelangan tangan dan bahkan di jari kakinya. Dia membuatku berandai-andai jika saja aku masih remaja, jadi aku dapat memacari gadis sepertinya. Mungkin suatu waktu nanti aku harus pergi ke kampus dan mencari gadis-gadis binal. Khayalanku terhenti saat menyadari kalau Yoyok dan bayinya ternyata tidak mengikutinya masuk.
“Mana anggota keluargamu yang lainnya?“ aku bertanya ingin tahu.
“Mereka akan segera datang. Yoyok pergi ke toko perkakas untuk membeli peralatan mesin cuci yang rusak. Dia membawa serta anak kami. Perjalanan ke toko perkakas yang pertama bersama anaknya, kurasa itulah yang dikatakannya padaku.“ dia tersenyum.
“Apa ayah mempermasalahkan saat pertama kalinya mengajak Yoyok ke toko perkakas?“
“Aku tak ingat,“ aku berkata dengan garing. Mirna mendekat padaku, berjinjit dan menaruh tangannya melingkari leherku.
“Ini kesempatan ayah. Ayah boleh mendapatkanku jika ingin.“
Mirna memandangku tepat di mata dan mengangkat tubuhnya dan menciumku panjang dan bernafsu. Aku ingin mendorongnya, tapi aku tak tahu dimana aku harus menaruh tanganku. Aku tak mau menyentuh pinggangnya yang telanjang itu, dan jika aku menaruh tanganku di dadanya aku pasti akan menyentuh puting susunya yang menggiurkan. Saat aku terkejut dan bingung, aku temukan diriku menikmati ciumannya. Ini sudah terlalu lama, dan aku merasa telah lupa akan rasa lapar yang mulai tumbuh dalam diriku. Akhirnya aku menghentikan ciuman itu, mundur dan melepaskan tangannya dari leherku.
“Kita tak boleh melakukannya.“ aku mencoba menyampaikannya dengan lembut, tapi aku takut itu kedengaran seperti rajukan.
“Ya kita boleh.“
Mirna kembali menaruh lengannya di leherku dan mendorong bibirku ke arahnya. Ada gairah yang lebih lagi di ciuman kali ini, dan akhirnya penolakanku sirna. Kali ini saat kami berhenti, ada sedikit kekurangan udara di antara kami berdua, dan aku semakin merasa sedikit bimbang. Mirna memandangku dengan binar di matanya dan sebuah senyuman di bibirnya.
“Ayah menginginkanku. Aku bisa merasakannya. Ayah tak mendapatkan wanita setahun belakangan ini, dan ayah tak mempunyai tempat untuk melampiaskannya. Dan aku menginginkan ayah. Jadi ambillah aku.“
Pada sisi ini aku tak mampu berkomentar. Aku menginginkannya. Tapi aku tak dapat meniduri menantuku, bisakah aku? Tapi aku menginginkan dia. Aku merasa pertahananku melemah, dan saat Mirna menciumku lagi, aku jadi sedikit terkejut saat menyadari diriku membalas ciumannya dengan rakus.
“Mm. Itu lebih baik,“ katanya saat kami berhenti untuk mengambil nafas.
Mirna menarik tangannya dari leherku dan mulai melepaskan kancing celanaku saat menciumku kembali. Lalu dia mundur jadi dia bisa melihat saat dia melepaskan kancing jeansku, menurunkan resletingnya, dan merogoh ke dalam untuk mengeluarkan barangku. Aku terkejut saat melihat milikku itu jadi tampak lebih besar di genggaman tangannya yang kecil. Itu sudah tak disentuh wanita selama setahun, dan bereaksi dengan cepat, menjadi keras, panjang dan terus membesar. Seiring nakalnya jari-jari indah Mirna dalam memperlakukannya. Cairan precumnya keluar saat dia mengocoknya dengan lembut. Mirna mundur dan duduk pada pantatnya yang seksi. Saat kepalanya turun, dia menempatkan bibirnya di pangkal penisku yang sudah basah.
“Aku rasa aku menyukai bentuknya… Begitu besar, keras dan panjang…" bisiknya sambil melirikku menggoda.
Lalu kemudian dia membuka mulutnya dan dengan perlahan memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Ke dalam dan lebih dalam lagi penisku masuk dalam mulutnya yang lembut, hangat dan basah, dan aku merasa berada di dalam vagina yang basah dan kenyal saat lidahnya menari di penisku. Akhirnya aku merasa telah berada sedalam yang kumampu, bibirnya menyentuh rambut kemaluanku dan kepala penisku berada entah di mana jauh di tenggorokannya. Aku merasa bagaikan seekor merpati yang dibebaskan tuannya ke angkasa. Begitu nikmat dan lega rasanya.
Penisku tanpa terasa mengejang, dan pinggangku bergerak berlawanan arah dengannya. Sesaat kemudian, aku sudah lupa diri. Tindakannya membuat erangan nikmatku bergema di dapur yang luas itu. Tak lama aku sudah larut dalam erotisme ini. Aku begitu menikmati menyetubuhi wajahnya, dengan menggoyang-goyangkan pantatku maju-mundur dengan cepat. Mendorong milikku memasuki mulut mungilnya. Mirna tampak tersedak-sedak, tapi tak sekalipun protes oleh ulah nakalku itu.
Agak lama kemudian, perlahan dia menjauhkan mulutnya dariku, menimbulkan suara seperti sedang mengemut permen. Puas sudah dia menikmati kejantanan mertuanya ini. Saat dia bangkit untuk menciumku lagi, aku segera mengarahkan tanganku di antara pahanya. Aku gosok jeansnya dan dia menggeliat karenanya.
“Mm, itu nikmat sekali,“ katanya. “Tapi biar aku membuatnya jadi lebih mudah.“, lanjutnya.
Mirna melepaskan kancing celananya dan menurunkan resletingnya, memperlihatkan celana dalam katunnya yang bergambar beruang kecil. Diturunkannya celananya dan melepaskannya dari tubuhnya. Kami melihat ke bawah pada area gelap di bawah sana di mana area kewanitaannya bersembunyi, dan kemudian aku sentuh perutnya yang kencang dan terus menurunkan celana dalamnya.
Mirna mengerang dalam kenikmatan saat tanganku mencapai sasarannya dibalik celana dalamnya. Vaginanya serasa selembut pantat bayi, dan aku sadar kalau dia pasti telah mencukurnya sebelum kemari. Terasa basah dan licin oleh cairan kewanitaannya dan membuatku kagum bahwa itu tak menimbulkan bekas basah di luar jeansnya. Saat tanganku menyelinap ke balik bibir vaginanya dan menyentuh klitorisnya yang mengeras, dia memejamkan matanya dan menekankan miliknya berlawanan arah dengan gerakan jari-jariku.
Mirna menaruh salah satu tangannya di leherku dan mendorong kami untuk ciuman intensif berikutnya saat tangannya yang lain mengocok penisku dan tanganku terus bergerak, aktif mengocok lubang surganya. Saat kami berhenti untuk bernafas, Mirna mundur dan mengatakan sesuatu yang mengejutkan..
“Yoyok datang!“
Aku segera melepas pelukanku dan melihat ke arah jendela. Ya, mobil Yoyok terlihat di jalan sedang menuju kemari. Mirna pasti melihatnya melewati bahuku saat kami asyik saling bercumbu tadi. Tiba-tiba perasaan bersalah datang menerkamku karena hampir saja kami ketahuan. Aku tak percaya dengan apa yang hampir saja kami lakukan. Dengan tergesa-gesa aku kenakan kembali celanaku, tapi Mirna menghentikanku dan menangkap tanganku dan melanjutkan kocokannya di batang penisku.
“Hei, tidak boleh. Tak semudah itu ayah boleh mengakhirinya. Aku telah menunggu terlalu lama untuk ini.“
“Tapi Yoyok hampir datang! Dia akan melihat kita!“ Mirna kelihatan cuek saja. Dia tetap memegang penisku, lalu berdiri dan menarik tanganku berjalan ke arah meja dapur yang kokoh itu.
“Ini perjanjiannya,“ katanya.
“Aku tak akan mengadu pada Yoyok tentang apa yang baru saja kita lakukan kalau ayah dapat dapat mengeluarkan seluruh sperma ayah yang panas dalam vaginaku sebelum dia sampai kemari.“ Sambil berkata begitu, dia menurunkan celananya hingga lutut dan membungkuk di meja itu. Kemudian dengan santainya dia berbaring di atas meja itu, dengan memandangku penuh godaan. Melihat itu jakunku turun-naik.
“Dia akan segera datang!“ hampir saja aku teriak.
“Tidak.“ Mirna membentangkan kakinya sejauh celananya memungkinkan dan dia memandangku dengan seringai menggoda.
“Dia harus menggendong bayi dan mengeluarkan semua barangnya. Biasanya dia memerlukan beberapa menit. Sekarang kemarilah dan setubuhi aku.“
Mirna telah telanjang dari pinggang hingga kaki, dan dia memohon padaku agar segera memasukkan diriku dalam tubuhnya. Aku menatap dua lubang yang mengundang itu. Pantatnya begitu kencang dan aku begitu terusik saat melihat lubang anusnya yang berkerut kemerahan. Di atasnya, bibir vaginanya yang merah, terlihat mengkilap basah. Kakinya tak sejenjang model, tapi tetap terlihat indah mempesona. Aku membayangkan bercinta dengannya beberapa jam. Tanggannya bergerak ke belakang di antara pahanya dan menempatkan tangannya pada vaginanya. Dengan dua jarinya dilebarkannya bibir vaginanya hingga terbuka, dan aku dapat melihat lubang merah mudanya mengundang penisku agar segera masuk.
“Ayo,“ katanya. “Ambil aku…" lanjutnya.
Aku tak tahu apa dia sedang bercanda saat mengatakannya. Istri Yoyok atau bukan, rangsangan ini lebih dari cukup untuk membuat akal sehatku lenyap. Aku melangkah ke arahnya. Kubalikkan tubuh seksinya. Aku bergerak mendekat, ke belakang menantuku dan menempatkan penisku di kewanitaannya. Saat aku mendorong penisku melewati lubang surganya yang sempit, aku dapat merasakan jari Mirna menahannya agar tetap terbuka, dan dia melenguh saat aku memegang pinggangnya dan memasukkan penisku padanya.
Milik Mirna telah sangat basah hingga aku dapat dengan mudah melewati vagina mudanya yang sempit, hingga mentok di bagian terdalamnya. Aku mulai mengayunkan barangku di dalamnya, semakin lama semakin kencang. Kulakukan itu akibat didorong oleh nafsu yang sudah lama tak kurasakan, sedangkan sebagiannya oleh rasa takut jika Yoyok memergoki kami sewaktu-waktu.
Sekitar 15 menit kupompa miliknya, Mirna mengerang. Aku dapat merasakan jarinya menggosok kelentit dan bibir vaginanya sendiri. Nafasnya mulai tersengal, dan setelah beberapa goyangan kasar berikutnya, dia segera orgasme. Suara rengekan pelan keluar dari bibirnya saat dia mencengkeram pinggiran meja dengan kuat, dan letupan orgasmenya menggoncang kami berdua saat aku menghentak miliknya cukup keras.
Cerita Seks - Itu cukup untuk mengantarkanku ke puncaknya. Aku tak berhubungan dengan wanita dalam setahun ini, dan aku belum pernah mendapatkan yang sebinal Mirna. 5 menit kemudian, aku sampai. Sambil menahan nafas, aku mendorong seluruh batangku ke dalam miliknya. Kami mematung, dan kemudian spermaku menyemprot dengan hebat jauh di dalamnya. Serasa aku telah mengguyurnya dengan selang air hangat. Dia mengerang dalam nikmat, menggetarkan pantatnya di seputar penisku saat aku mengosongkan persediaan benihku di dalamnya. Dia melemah seiring dengan habisnya spermaku, dan kami akhirnya berhenti bergerak, untuk mengambil nafas.
Takut Yoyok akan datang sebelum kami sempat melepaskan diri, aku keluarkan diriku darinya dengan bunyi "plop" yang lemah, lalu mundur menjauh dan kembali mengenakan celanaku. Mirna masih tetap berbaring tertelungkup di atas meja, masih mencoba menikmati kehangatan spermaku, pantat telanjangnya masih tetap menggodaku. Aku lihat spermaku dan cairannya mulai meleleh keluar dari vaginanya.
Saat aku sedang berusaha membetulkan celanaku, tak sengaja aku melihat keluar. Aku melihat mobil Yoyok masih ada di sana. Terheran-heran kuamati. Oh rupanya mobil itu terjerumus ke selokan di jalan masuk yang sempit itu. Prosesnya mungkin akan memakan waktu beberapa jam. Saat itulah Mirna menghampiriku. Dia turut memandang ke luar. Melihat hal itu, dia tersenyum.
"Lihat Yah. Tampaknya Yoyok sedang ada masalah di sana. Mungkin prosesnya akan memakan waktu lama. Kalau begitu apa lagi yang kita tunggu?" katanya genit.
Usai berkata begitu, dia berpaling menghadapku. Dia loloskan pakaiannya sendiri hingga tak lama kemudian dia sudah bugil. Melihat tingkahnya itu, jantungku berdegup kencang. Jakunku bergerak naik-turun, terangsang melihat kemolekan tubuh seksinya. Mirna segera menghampiriku, lalu mulai melucuti kancing kemejaku satu-persatu. Sambil meraba-raba otot-otot kekar di lengan, dada, dan perutku, dia berbisik di telingaku;
"Ayolah, Yah. Kita belum tuntaskan semuanya…"
Usai berkata begitu, dia lucuti semua pakaianku, tanpa aku bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Setelahnya dia suruh aku untuk membungkuk. Diarahkannya kepalaku ke vaginanya yang masih berlumuran spremaku. Saat itulah aku sudah mulai lupa siapa diriku dan siapa wanita yang ada di hadapanku ini.
Sementara Yoyok di luar sana sibuk dengan mobil dan bayinya, di dapur ini aku sibuk bergelut dengan Mirna dalam berbagai posisi dan tempat. Meraih surga dunia yang lama sekali tak kurasakan. Kamipun sukses meraih orgasme susul menyusul hingga beberapa kali. Tepat 10 menit sebelum Yoyok masuk ke dapur itu, kusemburkan spermaku ke wajahnya yang cantik, yang langsung diraih dan ditelannya dengan rakus. Sebagian dari sperma-sperma itu tumpah dan menggenangi lantai di mana kami berdiri. Setelahnya kami segera berbenah secepat yang bisa kami lakukan.
“Apa kalian sudah siap untuk pertandingannya?“ tanya Yoyok sambil membuka pintu dapur. Keningnya berkerut saat melihat kami yang tampak keletihan dan berkeringat.
"Ya,“ aku dan Mirna menjawab serempak. Aku melirik ke lantai dapur. Sisa-sisa spermaku masih mengenanginya sebagian. Kuharap Yoyok tidak akan pernah menyadarinya.
"Maaf aku telat, tadi mobilku terperosok di sana…" ujar Yoyok lagi.
"Tak apa Nak… yang penting kamu dan bayimu baik-baik saja…" kataku sambil menyembunyikan senyuman. Mengingat apa yang barusan kami lakukan saat Yoyok sedang sibuk dengan mobilnya itu. Kulirik Mirna juga ikut-ikutan tersenyum mendengar jawabanku itu.
“Ini,“ katanya, menyodorkan bayinya padaku dan meletakkan belanjaannya di atas meja dapur.
“Tolong urus ini, aku akan mengambil popok bayi.“
Yoyok melangkah ke pintu yang masih terbuka, dan aku menghampiri Mirna. Dia masih tampak tersenyum-senyum kepadaku.
“Tadi hampir saja,..“ kataku pelan sambil menyengir ke arahnya.
“Tapi enak 'kan?" godanya balik.
"Enak sekali… kamu benar… Aku masih membutuhkan kehangatan seorang wanita…" jawabku sambil tetap tersenyum.
Mirna mengecup bibirku, lalu segera beralih ke bayinya yang kugendong.
"Mari, biar aku yang menggendongnya."
Aku berikan bayinya. Mirna memberiku pemandangan yang mempesona, wajah cantik dari seorang wanita yang lemas sehabis bercinta. Sebelum dia keluar dari dapur, dia memberiku ciuman yang bernafsu lagi.
“Masih ada satu hal lagi yang harus kuketahui…" katanya genit.
“Apa itu?“
“Kalau aku ingin lagi, bisakah aku mendapatkannya besok?“
Dan dia melenggang begitu saja tanpa menunggu jawabanku yang hanya melongo. Dia yakin kalau aku akan bersedia. Ceceran sperma di lantai itu membuktikan semuanya…
Tamat.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment